Hari ini adalah
hari yang sangat membosankan bagi Alanis, di pagi yang cerah ini alanis justru
bersedih karena untuk yang kesekian kalinya ia harus mendengar pertengkaran
mama dan papanya. Keluarga Alanis memang bukan keluarga yang harmonis, mama dan
papanya kerap kali bertengkar. Alanis
sudah bosan dengan suasana seperti ini, di usianya yang beranjak remaja Alanis
merasa bahwa jalan hidupnya sangatlah buruk, tidak seperti teman-teman Alanis
yang selalu mendapat perhatian dari orangtuanya di masa remajanya.
Untung saja ada
Kirana sahabat terbaik Alanis yang selalu ada dalam suka dan duka, Kirana
adalah sahabat Alanis sejak mereka duduk di bangku SMP. Alanis selalu
menceritakan kisah hidupnya pada Kirana, begitu juga Kirana.
¯¯¯
“Papa... Kamu
yang selalu pergi dan pergi, sampai-sampai kamu tidak pernah memperhatikan
keluargamu!!!” Terdengar suara bentakan mama Alanis. Alanis yang mendengar
perkataan itu segera keluar dari kamar dan melihat apa yang telah terjadi.
“Apa-apaan kamu,
hanya bisa menyalahkanku, apa kamu ngga sadar kalau selama ini kamu selalu
bermain api dibelakangku...!” Balas papa Alanis membentak mama Alanis.
Alanis yang
memperhatikan kejadian itu dari jauh hanya bisa menangis, dengan apa yang
dilakukan kedua orangtuanya itu. Dulu mama dan papa Alanis sangat harmonis
bahkan masa kecil Alanis adalah waktu yang paling membahagiakan dalam hidup
Alanis, semenjak adik Alanis lahir, Trian. Kedua orangtua Alanis jadi sering
bertengkar. Mama Alanis jadi sering keluar malam bersama lelaki lain, papanya selalu
sibuk dengan bisnisnya. Meskipun kebutuhan materil Alanis dan Trian sangat
memadai namun mereka selalu bersedih karena mereka adalah seorang anak yang
kurang mendapatkan perhatian dari orangtuanya. Alanis selalu merasa kasihan
dengan Trian, di usianya yang masih sangat muda Trian harus merasakan betapa
hancurnya menjadi seorang anak yang terlahir dari keluarga broken home. Terkadang Alanis merasa bahwa adiknya sangatlah
malang, dulu saat Alanis berusia 6 tahun ia sangat merasa bahagia karena
merasakan betapa indahnya keluarga harmonis itu, namun Trian, sejak lahir Trian
tidak pernah merasakan betapa indahnya perhatian dari mama dan papa. Sejak
Trian bayi, Trian selalu dirawat oleh pengasuh, dan mungkin saja Trian tidak
tahu betapa indahnya belaian mama dan papa.
Trian kakak janji kakak akan selalu menyayangi
dan menjagamu di sepanjang hidup kakak... Ucap Alanis dalam hati seketika mengusap air
mata yang membasahi pipinya.
Sudah menjadi
kebiaasan Alanis, setiap kali mama dan papanya bertengkar Alanis selalu pergi
ke rumah Kirana untuk mencari ketenangan, namun sebelum itu Alanis ingin
menemui Trian di kamarnya.
Tok...tok...tok...
Alanis mengetuk pintu kamar Trian.
“Trian ini
kaka...” Alanis memangil adiknya untuk membukakan pintu.
“Kak Alanis...”
Sahut Trian sambil membukakan pintu.
Lalu Alanis-pun
masuk ke kamar Trian.
“Trian lagi apa?
Kok pintunya dikunci” Tanya Alanis pada adik yang paling disayanginya itu.
“Trian takut
ka...” Jawabnya dengan polos.
“Trian takut apa?
Ada kakak di sini, kakak akan selalu menjaga kamu Trian” Ucap Alanis sambil
membelai halus kepala Trian.
“Mama sama papa
berantem lagi ya kak?” Ucapnya.
Alanis merasa
dunia ini terlalu kejam untuk Trian dan dirinya, kasihan Trian di usianya yang
baru 6 tahun, ia harus selalu merasa takut setiap kali mama dan papanya
bertengkar.
“Trian, mama sama
papa ngga berantem kok, mama sama papa cuma lagi...” Alanis memotong
perkataannya karena dia bingung apa yang akan diucapkannya, untuk menjelaskan
kepada adiknya.
“Cuma apa kak?”
Tanya Trian kepada Alanis.
“Ngga kok, udah
ya Trian kamu jangan mikirin itu lagi, sekarang kamu main aja sama bibi kaka
mau pergi ke rumah kak Kirana” Ucap Alanis sambil beranjak pergi.
Kasihan Trian selalu merasa takut setiap kali
mama sama papa bertengkar ucap Alanis dalam hati.
¯¯¯
“Alanis...” Ucap
Kirana melihat kedatangan Alanis.
“Lo pasti udah
tau kan kenapa gue dateng ke sini, sory ya gue selalu dateng ke lo setiap kali
gue lagi sedih” Ucap Alanis seketika Kirana membuka pintu rumahnya.
“Ya ampun Alanis,
lo ngapain sih pake ngga enak segala sama gue, kita itu kan sahabat, ya
wajarlah kalau sahabat itu saling membutuhkan” Lanjut Kirana sambil memegang
pundak Alanis.
Lalu Alanis
menceritakan semua keluhannya pada sahabatnya itu, bagi Alanis hanya Kirana lah
orang yang paling mengerti kisah hidupnya, dan bagi Kirana hanya Alanis lah
yang selalu bisa ceria dalam setiap masalahnya, buktinya seusai Alanis
menceritakan masalahnya Alanis langsung mengajak Kirana untuk bersepeda di sore
yang indah ini.
“Ran, lo tau ngga
kenapa setiap kali gue sedih gue selalu minta untuk lo nemenin gue bersepeda?”
Tanya Alanis kepada Kirana saat mereka sedang bersepeda.
“Emm...Kenapa?”
Tanya Kirana pada Alanis.
“Soalnya...” Ucap
Alanis, “Setiap kali gue bersepeda, gue selalu disamperin angin, dan saat gue
dekat dengan angin gue selalu merasa hidup ini nyaman banget, makanya gue suka
banget bersepeda”
“Weesss....
ucapan orang bijak nih” Ucap Kirana meledek temannya itu.
Semakin Alanis
menggayuh sepedanya semakin ia merasa hidupnya sangat tenang, menikmati
pemandangan yang indah, hatinya berkata...
Seandainya aku adalah burung, aku akan terbang
kemana-pun aku mau, dan seandainnya aku adalah hujan aku akan pergi dan
mendatangkan pelangi, agar aku bisa menjadi pelangi sebuah guratan yang biasa
namun indahnya luar biasa...
“Alanis....awas...”
Kirana berteriak untuk menyadarkan Alanis dari lamunannya.
“Aw...” Alanis
terjatuh dari sepedanya, ia menabrak seorang pria yang sedang duduk di bangku
taman sambil membaca sebuah buku dan mendengar musik dari ipod-nya.
“Lo ngga
kenapa-kenapa?” Tanya pria itu sambil menjulurkan tangannya untuk membantu
Alanis bangun.
“I...Iiiya...gue
ngga kenapa-kenapa kok, thanks ya” Wajah Alanis memerah karena terpesona oleh
pria itu.
“Aduh Lan lo sih
ngga hati-hati” Ucap Kirana sambil membangunkan sepeda Alanis.
Sepertinya Alanis
jatuh hati pada pandangan pertama oleh pria itu, pria itu sangat lembut dan
penuh perhatian, buktinya walaupun Alanis telah menabraknya, ia tetap bersikap
sopan bahkan menolong Alanis yang terjatuh di hadapannya.
Pria itu beranjak
pergi, dan...
“Tunggu...”
Alanis menahan pria itu untuk tidak pergi.
“Kenapa? Ada apa
lagi?” Tanya pria itu pada Alanis.
“Buku lo
ketinggalan” Ucap Alanis gugup.
“Oh oke, thanks
ya” Ucapnya dengan nada suara yang melelehkan hati Alanis.
“Al, lo baik-baik
aja kan?” Tanya Kirana melihat sahabatnya senyum-senyum tak menentu.
“Eh,
tunggu-tunggu....” Teriak Alanis sambil berlari mengejar pria itu.
“Kenapa? Ada yang
ketinggalan lagi?” Tanya pria itu sambil tersenyum tipis.
“Ngga kok...” Ucap
Alanis.
“Terus...?” Tanya
pria itu menanti perkataan apa yang akan diucapkan Alanis.
“Emm, gue cuma
mau nanya...” Ucap Alanis gugup.
“Iya, nanya apa?”
Ucap pria itu menanti perkataan Alanis.
“Al, lo mau
ngapain sih?” Bisik Kirana pada Alanis, yang bertingkah laku aneh.
Alanis berfikir, masa cewe duluan yang minta kenalan...?
“Hey, lo mau
ngomong apa sih?” Tanya pria itu kembali pada Alanis.
“Ngga jadi deh,
sory ya gue lupa....” Ucap Alanis salah tingkah.
Lalu pria itu-pun
pergi kembali, langkahnya semakin jauh dan jauh, kini Alanis tidak lagi
mengejarnya.
“Aduh Al sumpah
ya tadi lo aneh banget...” Ucap Kirana.
“Yah padahal gue
cuma mau kenalan sama dia tapi gue ngga punya nyali” Ucap Alanis pada Kirana.
Tidak lama
kemudian pria itu muncul kembali, dan....
“Hey sory ya, emm
gue cuma mau nanya, nama lo siapa?” Tanya pria itu.
“Hah... oh
iya-iya, gue Alanis” Ucap Alanis gugup dan salah tingkah.
“Al biasa Al
nyantai” Bisik Kirana pada Alanis.
“Kalau lo?” Tanya
Alanis pada pria itu.
“Gue Dika” jawab
pria itu yang bernama Dika.
“Hey Dik, kenalin
ini temen gue Kirana” Ucap Alanis memperkenalkan Kirana.
“Halo, Dika gue
Kirana” Sapa Kirana pada Dika.
“Hey...” Ucap
Dika membalas sapaan Kirana.
Bagi Alanis ini
adalah hal yang sangat menyenangkan, hatinya kembali berbunga-bunga dan penuh
asmara setelah kepergian Jonathan (mantan pacarnya) dan keterpurukannya pada
masalah keluarganya.
Dika memberikan
sebuah kertas burung dan berkata,
“Al gue suka sama
cewe kayak lo, kalau kita jodoh kita pasti ketemu lagi, ini buat lo. Gue juga
punya kertas burung kayak gini, di dalamnya ada sebuah puisi yang terpotong dan
lanjutannya ada di kertas burung punya gue. Gue harap lo bisa simpen baik-baik
ya, kalau lo belum punya pacar lo ambil kertas burung ini”
Tanpa berfikir
lama Alanis-pun mengambil kertas burung itu.
Ini adalah hal
yang tidak pernah Alanis duga, Alanis yakin kalau Dika adalah pria yang selama
ini dia nanti, Alanis berjanji akan selalu menjaga kertas burung ini sepanjang
hidupnya.
“Ciye... Alanis,
so sweet banget sih” Ucap Kirana.
“Apaan sih, Ran.
Gue serasa lagi syuting drama korea nih” Ucap Alanis sambil tersenyum.
¯¯¯
Alanis menyimpan
baik-baik kertas burung itu di dalam aquarium kecil, aquarium itu berisi
barang-barang kesayangan Alanis. Semua barang kesayangannya sejak kecil ia
simpan di aquarim itu. Alanis tersenyum melihat benda kecil itu, benda kecil
yang sangat berarti. Namun Alanis bingung akankah ia bertemu kembali dengan
Dika?
¯¯¯
Hari ini Alanis
akan pergi ke sebuah rumah sakit untuk melakukan praktek, Alanis adalah seorang
mahasiswi kedokteran di sebuah universitas di Jakarta. Setibanya Alanis tiba di
rumah sakit itu Alanis segera menuju ruangan dr. Vero, seorang dokter yang akan
menemani Alanis praktek, dokter Vero adalah dokter spesialis syaraf, Alanis bercita-cita
menjadi dokter karena ia ingin menyembuhkan semua orang yang mengidap penyakit
seperti dirinya, ya Alanis mengidap penyakit lemah jantung.
Ketika Alanis
sedang menunggu dokter Vero di ruang tunggu tiba-tiba Alanis melihat Dika, ya
Dika.
“Dika...” Alanis
memanggil Dika yang berjalan menuju ruangan dokter Vero.
Dokter Vero
melihat Dika datang ke ruangannya, dan melihat Alanis memanggil Dika, lalu dokter
Vero berkata, “Alanis kamu kenal dengan Dika?”
“Iya dok,
emangnya kenapa dok?” Tanya Alanis pada dokter Vero.
“Dika itu pasien
saya, beberapa waktu yang lalu Dika mengalami kecelakaan dan dia mengidap
amnesia sebagian” Ucap dokter Vero pada Alanis.
Melihat
kedatangan Dika, Alanis-pun hanya bisa terdiam.
“Permisi dok,
maaf saya telat” Ucap Dika kepada dokter Vero tanpa menyadari keberadaan
Alanis.
“Hay Dik” sapa
Alanis pada Dika.
“Sory, lo kenal
sama gue?” Tanya Dika tanpa ia tahu bahwa Alanis adalah wanita yang ia berikan
kertas burung yang bertuliskan puisi yang begitu romantis.
“Dika, lo...”
Ucap Alanis, “Dok ternyata Dika ngga inget sama saya”
“Kamu baru kenal
sama Dika?” Tanya dokter Vero pada Alanis.
“Iya dok, saya
baru kenal Dika 5 hari yang lalu” Ucap Alanis.
Tidak lama
kemudian Kirana datang.
“Alanis, lo ada
di sini” Tanya Kirana.
“Iya Ran, gue mau
praktek ada tugas dari kampus”
“Kirana...” Ucap
Dika.
“Hah, Dika inget
sama lo Ran” Ucap Alanis merasa aneh, Dika ingat dengan Kirana tapi tidak
dengan Alanis.
“Dok, kok Dika
kenal sama Kirana, padahal kita kenalannya bareng loh dok” Ucap Alanis merasa
aneh.
“Tentu saja Dika
mengenali Kirana, karena pada saat itu, Kirana-lah yang pertama kali dilihat
Dika saat Dika siuman dari pingsannya, karena Kirana telah menolong Dika saat Dika
mengalami kecelakaan” Jelas dokter Vero.
“Ran lo kok ngga
kasih tau gue kalau Dika kecelakaan?” Tanya Alanis pada Dika.
“Sory, Al gue
cuma ngga mau lo khawatir” Ucap Kirana merasa bersalah.
“Sory ya gue mau
chek up dulu, Ran kamu temenin aku ya” Ucap Dika dan beranjak masuk ke ruangan
dokter Vero sambil menarik tangan Kirana, mengajak Kirana untuk menemaninya
chek up.
Tanpa sadar air
mata telah menitih dan membasahi pipinya, hatinya sangat terpukul begitu ia
tahu bahwa sahabatnya telah menikam dari belakang dan merebut Dika, pria yang
disukainya pada pandangan pertama. Dunia begitu jahat pada Alanis mengapa tidak
ada kebahagiaan untuk dirinya.
“Maaf dok,
kayaknya saya ngga jadi praktek hari ini” Ucap Alanis yang tiba-tiba masuk ke
ruangan dokter Vero, terlihat Dika sedang merangkul Kirana, jahatnya Kirana
begitu tega melakukan ini semua pada dirinya.
Jantung Alanis
terasa lemah, rasanya ia ingin sekali marah tapi ia bingung kepada siapakah ia
melampiaskan amarahnya itu, harus kepada siapa lagi Alanis bersandar, mama dan
papa tidak pernah peduli dengan segala masalah Alanis, Trian masih terlalu
kecil untuk mengetahui masalah Alanis, Bersepeda tidak akan bisa menghapus rasa
sakitnya yang begitu dahsyat, kini masalahnya bukan hanya mama dan papa tapi
Kirana sahabat terbaiknya dan Dika pilihan hatinya.
Tiba-tiba ponsel
Alanis berdering tertuliskan nomer rumah memangilnya.
“Halo...” Alanis
mengangkat telepon itu.
“Non Alanis”
Terdengar suara bibi dari ponselnya.
“Bibi, kenapa
bi?” Alanis bingung mengapa bibi menelponnya.
“Non, Tuan sama
Nyonya kecelakaan” Ucap bibi mengejutkan.
“Apa...?” Alanis
terkejut.
Sesegera mungkin
Alanis pulang untuk melihat keadaan rumah. Setibanya Alanis di rumah terlihat
mobil polisi, dan ambulan terparkir di depan rumahnya.
“Kak Alanis...”
Trian berteriak dan berlari menghampiri Alanis.
“Trian, ada apa?
Mama sama papa kenapa?” Tanya Alanis pada Trian.
“Mama sama papa
jatuh dari tangga kak” Jawab Trian sambil menangis dan memeluk Alanis.
“Apa...?” Alanis
sangat terkejut, tangisnnya yang tadi hanyalah air mata kini semakin menjadi.
“Non Alanis Den
Trian yang sabar ya, non mama sama papa non udah ngga ada” Ucap bibi sambil
menangis dan mengusap kepala Alanis dan Trian.
“Bi ini ngga
mungkin bi, bibi pasti salah” Ucap Alanis.
“Ngga non, mama
sama papa non sudah berpulang ke rumah Allah” Ucap bibi merasa terharu.
“Kak maksud bibi
apa? Mama sama papa meninggal?” Tanya Trian tak henti-hentinya menagis.
“Permisi dek,
adek putri dari Bapak Taufik dan Ibu Kusuma?” Tanya seorang polisi pada Alanis,
“Iya pak,
sebenarnya apa yang terjadi?” Tanya Alanis sambil menangis.
Jadi...
“Mama, kamu selalu saja dekat dengan lelaki
lain”
“Apa? Kamu yang selalu sibuk dengan bisnismu
itu”
“Aku melakukan itu semua untuk kalian semua,
untuk anak-anakku dan kamu”
“Tapi kamu lebih sayang dengan bisnismu,
dibandingkan keluargamu”
“kamu fikir, kamu sayang dengan keluargamu,
bukannya kamu lebih sayang dengan selingkuhanmu...!!!”
“Ya sudah kalau kamu fikir aku lebih sayang
dengan selingkuhanku, kenapa kamu tidak menceraikanku saja!!”
“Mama...!!!”
Lalu papa Alanis mendorong mama Alanis ke arah
tangga, tanpa sengaja mama Alanis menarik tangan papa Alanis dengan reflek
sambil mengucapkan LailahaillaAllah mama dan papa Alanis jatuh dari tangga,
luka yang diderita mereka begitu berat, mereka mengeluarkan banyak darah dan
pada akhirnya nyawa mereka tidak tertolong lagi...
¯¯¯
Tak
henti-hentinya Alanis dan Trian menagis di depan pemakaman mama dan papanya,
biar-pun mereka tidak pernah perduli dengan anak-anak mereka tetapi
sesungguhnya di setiap waktu yang mereka miliki hanya untuk memikirkan
anak-anak mereka. Kini Alanis sadar betapa sayangnya Alanis pada kedua
orangtuanya. Manusia yang sangat berjasa dalam hidup Alanis adalah mama dan
papa, bagi Alanis mama dan papa adalah pemberi kesempatan Alanis untuk
merasakan betapa indahnya dunia bukan betapa kejamnya dunia.
Kini Alanis dan Trian
tinggal bersama tante Rose, adik mama Alanis. Tante Rose sangat menyayangi
Alanis dan Trian, tante Rose dan om Fandi memang tidak memiliki anak oleh
karena itu mereka sangat menyayangi dan mengasihi Alanis dan Trian.
¯¯¯
Alanis sedang
melakukan tugas di rumah sakit, kini ia telah menjadi sarjana dan akan menjadi
calon dokter, sekarang Alanis sedang melakukan kuliah S2, ia bertemu Dika di
rumah sakit namun ia tidak menyapanya karena ia tahu kalu Dika tidak
mengenalinya.
“Hay..” Sapa Dika
pada Alanis.
Alanis hanya
tersenyum tipis pada Dika tanpa berkata apapun, Kirana terlihat datang dari
arah loby.
“Hay Kirana”
Alanis menyapa Kirana.
“Alanis, lo udah
ngga marah lagi sama gue” Tanya Kirana pada Alanis.
“Ngapain gue
marah sama lo, lo kan sahabat gue” Ucap Alanis sambil memeluk Kirana.
“Al gue kangen
banget sama lo” Ucap Kirana.
“Gue juga, ciye
yang sekarang jadi ibu manager, eksekutif muda dong” Ucap Alanis meledek
Kirana.
“Apaan sih lo”
Ucap Kirana.
Terlihat
orang-orang berlari ke depan seperti panik tapi ada apa?
“Mas, mas ada apa
sih mas?” Tanya Alanis pada salah satu OB di rumah sakit itu.
“Ada yang
kecelakaan” Jawab OB itu.
“Apa
kecelakaan...?” Alanis dan Kirana terkejut.
Lalu Alanis dan
Kirana menuju ke luar untuk melihatnya....
“Dika...” Alanis
dan Kirana terkejut.
“Gue ngga
kenapa-kenapa kok, tadi cuma keserempet aja sama terbentur tembok, tapi gue
ngga kenapa-kenapa” Terlihat Dika sedang berbicara dengan seseorang yang
sepertinya temannya.
“Alanis...” Ucap
Dika seketika ia melihat Alanis.
“Dika, lo kenal
sama gue?” Tanya Alanis.
“Al lo masih
simpen kertas burung dari gue?” Tanya Dika pada Alanis.
“Ran aneh ngga
sih, masa tiba-tiba Dika kenal gue lagi” Tanya Alanis pada Kirana.
“Mungkin itu
respon dari benturan tadi” Ucap Kirana.
“Oh iya-iya, gue
masih simpen kok Dik” Ucap Alanis pada Dika.
“Al lo tau ngga,
gue itu...” ucap Dika, “Gue suka sama lo, dan kayaknya gue cinta deh sama lo,
lo mau ngga nikah sama gue” Ucap Dika mengejutkan.
“Apa?? Nikah,
ngga pacaran dulu Dik?”
“Ngapain pacaran,
kan waktu pertama kali kita ketemu gue bilang sama lo kalau kita jodoh kita
pasti ketemu lagi” Lanjut Dika.
“Itu tandanya
kalian jodoh” Ucap Kirana seketika.
¯¯¯
Hari ini Alanis
sedang melakukan fitting gaun pernikahannya dengan Dika, besok Alanis akan
menikah dengan Dika. Alanis bahagia sekali karena akhirnya ia bertemu dengan
pujaan hatinya. Namun hati kecil Alanis berkata kalau mereka tidak akan
bersatu. Alanis bingung, hatinya seperti sedih namun ia bahagia, seperti sepi
namun ada Dika di hatinya apa maksud dari semua ini.
“Al, kayaknya
gaun ini cantik banget ya dipakai sama kamu” Ucap Kirana ketika melihat Alanis
memakai gaun pengantin berwarna putih yang begitu indah, di tambah dengan
acessoris bunga dikepalanya menyempurnakan penampilan Alanis.
“Iya ya Ran oh
iya kenapa lo ngga pakai gaun yang sama aja sama gue” Ucap Alanis.
“Lan, lan masa
gue pakai gaun yang sama, sama pengantin” Ujar Kirana sambil tertawa kecil.
“Ya ngga kenapa-kenapa
dong” Ucap Alanis, “Mba saya pesan gaun ini 2 ya”
¯¯¯
Malam ini Alanis
merasa sangat tidak tenang, padahal besok adalah hari pernikahannya dengan
Dika, entah kenapa Alanis merasa ingin sekali ia merapikan semua pakaiannya, ia
merapikan kamarnya, dan ia tertidur setelah semuanya selesai.
Pagi ini adalah
pagi yang sangat cerah Alanis pergi ke salon bersama Kirana dan tante Rose.
Alanis merasa senang, namun entah mengapa rasa kesenangannya itu terasa
berbeda.
“Alanis kamu
cantik sekali, tante sampai pangling ngeliatnya” Ucap tante Rose pada Alanis.
“Lan ini kayaknya
kita udah telat deh” Ucap Kirana.
“Iya, tapi Ran lo
ganti baju dulu ya” Ucap Alanis.
“Ngapain Lan?”
Tanya Kirana.
“Lo pakai ini
ya...” Ucap Alanis sambil memberikan gaun yang sama dengan dirinya pada Alanis.
“Lan...”
“Ayolah Ran,
sekali aja” Ucap Alanis memohon pada Kirana.
“Oke” Kirana
menyanggupi.
¯¯¯
Alanis, Kirana,
dan tante Rose pergi ke tempat pernikahan, waktu mereka sangat mendesak
beberapa saat lagi acara pernikahan akan segera dimulai.
“Yah macet” Keluh
Alanis.
“Aduh sabar ya
Lan” Ucap Kirana menenangkan Alanis.
Dengan segeranya
Alanis turun dari mobil, ia berlari dan berlari tanpa lelahnya Alanis terus
berlari, sampai ia tiba di tempat pernikahan.
Dika menyambut
hangat kedatangan Alanis.
“Alanis, kok kamu
lari?” Tanya Dika pada Alanis sambil mengusap keringat Alanis.
“Dik aku mau
ngomong sesuatu” Ucap Alanis pada Dika sambil menggemgam tangan Dika erat-erat.
“Kamu mau ngomong
apa Lan?” Tanya Dika.
“Aku punya kertas
burung buat kamu, tapi kamu boleh baca isi kertas burung ini kalau aku udah
merasa gelap” Ujar Alanis sambil menunjukan kertas burung pada Dika.
“Maksud kamu
apa?” Tanya Dika tidak mengerti.
“Dika kamu hanya
boleh diam dan mendengarkan aku” Ucap Alanis.
“Oke siap...” Jawab
Dika sambil tersenyum manis.
“Dika aku sayang
banget sama kamu, aku juga cinta sama kamu, selain itu aku juga sayang banget
sama Kirana, kalian berdua adalah seseorang yang aku sayangi. Kalau aku pergi
nanti aku mau, kalian bersatu...”
“Maksud kamu apa
Lan?” Tanya Dika.
“Dika kamu cuma
boleh diam dan mendengarkan aku” Ucap alanis, “Aku tau kamu juga sayang sama
aku, tapi aku juga tau kalau aku tidak akan pernah berjanji di depan penghulu,
aku mau kamu menikah dengan seseorang yang sesaat lagi akan datang”
Tiba-tiba...
“Alanis...
Acaranya belum dimulai?” Tiba-tiba Kirana datang, sambil berlari.
“Kirana...” Ucap
Dika.
“Kamu boleh baca
isi kertas burung ini kalau bintang sudah bersinar” Ucap Alanis.
“Kalau nanti ngga
ada bintang?” Tanya Dika.
“Aku yakin malam
ini pasti ada bintang, karena malam ini aku dan kamu butuh bintang. Kamu butuh
bintang untuk syarat membaca isi kertas burung itu dan aku butuh bintang untuk
menerangi kegelapanku” Ucap Alanis yang membuat Dika dan Kirana bingung.
“Wah Ran kamu
cantik banget, Kirana kamu mau kan menikah dengan Dika” Ucap Alanis sambil
mempersatukan tangan Dika dan Kirana.
“Alanis, lo...”
Ucap Kirana, “Gue ngga ngerti sama rencana lo?”
“Ya ampun Ran,
gue ngga punya rencana, gue cuma ngga mau kalau Dika baru menikah tapi dia
langsung jadi duren” Ucap Alanis.
“Duren....?”
Kirana dan Dika bingung.
“Duda keren” Ucap
Alanis.
Lalu tiba-tiba
Alanis mengajak mama papa Kirana dan Dika ke suatu tempat ditemani tante Rose,
Alanis berbicara dengan apa firasat yang datang padanya pada mereka tanpa
sepengetahuan Dika dan Kirana, setelah Alanis berbicara dengan mama papa Kirana
dan Dika, Alanis mengajak Trian ke taman dekat tempat pernikahan.
“Kak, kakak mau
menikah kakak ngapin ngajak aku ke sini?” Tanya Trian pada Alanis.
“Trian bukan
kakak yang mau menikah tapi kak Kirana sama Kak Dika” Ucap Alanis pada Trian.
“Trian, Trian
janji ya sama kakak Trian harus jadi anak yang hebat, Trian harus membanggakan
tante Rose dan om Fandi yang udah sayang sama Trian, oh iya kakak mau ngucapin
terimakasih sama Trian, Trian udah jadi adik yang paling baik, paling lucu dan
paling perhatian sama kak Alanis. Terimakasih juga buat 12 tahun yang Trian
kasih ke kakak, kakak sayang banget sama Trian, Trian jangan pernah merasa
kesepian karena akan selalu ada mama, papa, dan kak Alanis di samping Trian.
Trian harus selalu semangat dan jangan mudah menyerah, pokoknya Trian adalah
sesuatu yang paling berharga buat kakak” Ucap Alanis pada Trian, lalu seketika
Alanis memeluk hangat adik kesayangannya itu.
“Kak, Trian juga
sayang sama kakak, Trian janji akan ngelakuin semua yang kakak ucapin tadi”
Ucap Trian sambil mengusap air mata kakak tercintanya itu.
¯¯¯
Akhirnya Dika
menikah dengan Kirana, acara pernikahan ini dihiasi oleh air mata tanpa
tersadar Alanis telah tiada, Alanis telah menyusul mama dan papanya, dengan
rasa tenang Alanis pergi meninggalkan orang-orang yang disayanginya...
Selamat tinggal Trian, Kirana, Dika, Tante
Rose, Om Fandi. Terimakasih untuk semua kasih dan sayang yang kalian berikan
untukku. Tante Rose, Om Fandi aku titip Trian ya, Trian udah janji sama aku dia
akan membanggakan kalian... Alanis telah pergi untuk selama-lamanya.
¯¯¯
Ternyata benar
malam ini bintang-bintang bertaburan dengan indahnya, Dika akan membaca isi
kertas burung itu...
Hay Dika dan Kirana happy wedding ya...
Kalian harus jadi keluarga yang harmonis biar
anak-anak kalian bangga memiliki mama dan papa seperti kalian, jangan pernah
bertengkar di hadapan anak-anak kalian, jangan pernah terlihat sibuk dengan
urusan kalian sendiri di depan anak kalian, karena pasti anak-anak kalian ngga
akan pernah ngerti betapa perhatiannya kalian pada anak-anak kalian, aku sayang
banget sama kalian. Dika maafin aku ya aku sempet bikin kamu bingung dan tidak
boleh berkata-kata, Dika aku tau kok semenjak kamu lupa ingatan sebenarnya
orang yang kamu cintai itu bukan aku tapi Kirana, kamu mencintai Kirana
semenjak Kirana merawat dan memperhatikan kamu selama kamu lupa ingatan, tapi
setelah kamu sadar dan ingat semuanya, kamu hanya ingin menepati janji kamu ke
aku untuk menjadikan aku jodoh kamu, makasih ya kamu udah jadi orang yang tepat
janji.
Kirana maaf ya waktu itu aku marah sama kamu,
dan aku menjauh dari kamu selama itu aku cuma merenung, untuk apa aku marah
sama kamu, kamu ngga salah kok, karena sebenarnya jodoh Dika itu kamu bukan
aku...
Malam ini bintang bersinar begitu indahnya,
mereka sangat bahagia melihat kebahagiaan kalian...
Salam sayang Alanis Permata
Setelah membaca
isi kertas burung itu Dika tersenyum, Kirana-pun tersenyum mereka sangat
menyayangi Alanis, dan sangat menyayangi Alanis
Nikmati indahnya bintang-bintang di langit ya Al...
Ucap Dika
dalam hati.
Kamu bersinar terang bersama bintang-bintang
itu Al... Ucap
Kirana dalam hati.
Aku akan menyinari malam kalian, seperti
bintang-bintang itu menyinari kegelapanku... Ucap Alanis dari kejauhan.
EPILOG
“Mama, kata
guruku arti namaku apa?”
“Nama kamu itu
adalah nama seseorang yang sangat hebat, kuat, dan baik hati sayang”
“Iya, nak. Nama
kamu itu adalah nama yang sangat indah, indah sekali seperti bintang-bintang di
langit sayang”
“Jadi arti nama
Alanis Permata itu bagus ya ma, pa”
“Tentu sayang,
karena kamu Alanis Permata, kamu adalah permata hati kita, permata hati mama
dan papa”
¯¯¯
“Tante, om...
Trian dapet beasiswa ke Jerman”
“Trian kamu hebat
sayang mama, papa, sama kak Alanis pasti senang di alam sana”
“Iya tante”
“Om juga bangga
punya keponakan kayak kamu, kamu pasti bisa jadi orang hebat”
“Makasih ya om,
tante udah mau ngerawat dan mendidik Trian selama ini”
“Iya Trian,
makasih juga kamu udah menjadi anak yang membanggakan untuk om dan tante”
¯¯¯
Makasih ya... Kalian sudah menepati janji
kalian padaku, kalian memang sangat berharga, aku sayang kalian semua... Alanis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar