Selasa, 19 Juni 2012

"Mana Kaus Kaki Saya?"

Seorang pemuda yang hendak menikah tiba-tiba merasa tidak percaya diri dan bermaksud untuk mengurungkan niatnya untuk menikah. Alasan yang disampaikan kepada orangtuanya adalah karena kakinya yang selalu bau. Apa jadinya jika nanti dia harus hidup serumah bersama sang istri dengan kakinya yang selalu bau, tentu kehidupan rumah tangganya akan terganggu dan tidak nyaman
.
Untunglah ayahnya tidak putus asa dan menasihati ayahnya bahwa cinta bukan hanya dilandaso oleh fisik, melainkan lebih dari itu adalah perhatian, kesungguhan, dan tanggung jawab.
Inilah yang juga diperlukan oleh sang istri kelak. Oleh karena itu, sang ayah menawarkan bagaimana jika sudah menikah nanti, anaknya selalu menggunakan kaus kaki di rumah, dengan alasan dingin dan takut kakinya lecet.
     "Wah usul yang baik" kata sang anak. Apalagi dia telah menerima inspirasi pernikahan yang menyangkut keseluruhan aspek dari ayahnya, sementara kaki bau adalah salah satu aspek penting.
Usulpun diterima dengan baik oleh si anak. Kini, rasa percaya dirinya untuk menikah bangkit kembali.
     Ternyata, di tempat lain, calon istri si pemuda tadi juga mengeluh kepada ibunya. Sungguh suatu kebetulan yang luar biasa, ternyata ia juga berniat untuk membatalkan pernikahannya. Alasan yang disampaikan kepada ibunya adalah karena mulutnya yang selalu bau. Bahkan sangat bau melebihi bau mulut rata-rata orang lain. Hal itu dirasakan setiap bangun pagi.
     "Bagaimana sikap suamiku nanti? Tentu sirnalah kecantikan yang aku milikikarena bau mulutku ini" gumamnya. Adapun sang ibu, ketika mendengar keluhan putrinya menjadi panik, apalagi undangan pernikahan sudah disebar, apa jadinya jika pernikahan itu batal. Akhirnya perlahan-lahan sang ibu memberikan nasihat tentang hakikat pernikahan. Ibu yang bijak itu mengungkapkan bahwa sebuah ikatan perkawinan tidak sekedar berlandaskan hal-hal yang bersifat fisik semata, melainkan lebih dari it, di dalam sebuah pernikahan ada cinta yang menjadi salah satu faktor penopang penting sebuah perkawinan.
     Lalu sang ibupun menyarankan putrinya untuk selalu berkumur dengan obat kumur setelah bangun tidur setiap pagi. Akhirnya saran sang ibupun diterima baik oleh putrinya.
     Alahasil pernikahan dua sejoli itupun berjalan lancar. Akan tetapi kehidupan perkawinan yang diliputi usaha untuk menutupikelemahan diri itu rupanya tidak bertahan lama, seperti kata pepatah,
sepandai-pandainya kita menyimpan bangkai, akhirnya ketahuan juga. Hingga pada suatu pagi di bulan kelima pernikahan mereka, sang suami bangun karena kaget satu kaus kakinya terlepas dan perlahan-lahan mulai menyebar bau ke seluruh ruangan. Dia semakin panik untuk mencari satu kaus kakinya yang lepas tersebut, sementara istrinya masih tidur. Dia mulai merangkak ke bawah tempat tidur untuk mencari kaus kaki tersebut, namun kaus kakinya tidak ditemukan. Kemudian dia membalikan selimut dan sprei dengan panikan dan gelisah. Mendengar suara gaduh, sang istri bangun dan kaget hingga lupa "rumus" ibunya, dia berteriak, "Ya ampun apa-apaan ini Mas, pagi-pagi sudah sibuk dan berantakan sekali. Mas lagi nyari apa?" Mendengar protes istrinya  sang suami berteriak keras, "Ya ampun, kenapa kaus kaki saya kamu makan??" 

***

Tidak ada masalah yang terlalu besar untuk dihadapi, tidak ada langkah yang terlalu panjang untuk dijalani, dan tidak ada orang yang terlalu sulit untuk dihadapi ketika kita mampu menyikapi setiap peristiwa yang terjadi dengan hati yang jernih dan kepala dingin.

          -Setengah Isi Setengah Kosong-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar