Jumat, 25 Mei 2012

Kado untuk mama


Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Namun, Nina belum keluar juga dari kelas 3A. Nina sibuk membungkus kado kejutan untuk mamanya. Aku jadi gelisah melihatnya. Aku belum punya kado Hari Ibu untuk ku berikan pada mama.
            Kuikuti Nina yang berlari riang ke pintu gerbang. Ia menghampiri mamanya yang telah menjemput. “Mama…”teriaknya girang. Mama Nina memeluk dan mengecup pipinya. Ah, aku jadi iri pada Nina. Mama tak pernah menjemputku. Setiap pulang sekolah dengan mobil antar jemput, hanya mba Inah yang menyambutku. Mama, biasanya sibuk dengan Blackberry-nya.
            Sampai di rumah, seperti biasa, mba Inah menyambutku.
            “Mba, mama kemana?” jawabku
            “Di kamar, Re….”
            Aku bergegas ke kamar mama. Aku berharap mendapat sambutan seperti Nina. Kudengar mama sedang asyik tawar-menawar harga barang lewat ponsel dengan pembelinya. Mama memang berjualan banyak barang. Mulai dari baju, tas, hingga sepatu wanita. Aku kageti saja, ya, mama! Pasti lucu, pikirku!
            “Mamaaaaa!” teriakku
            “Astagaaa! Apa-apaan sih, kamu, Re! Bikin kaget saja. Sana, sama mba Inah. Mama lagi repot!”seru mama setengah membentak.
            “Mama, telfonnya berenti dulu, dong! Rere mau ngomong!”rengekku kesal
Namun, mama tak peduli. Mama terus saja berbicara di telepon.
            Aku tak tahan lagi. Aku berlari ke kamar sambil menangis. Terbayang wajah mama Nina yang tersenyum manis dan mencium mesra Nina tadi. Nina pasti sangat di sayang. Tetapi lihat aku! Mama tidak menyambutku. Apalagi mencium dan memelukku. Ia lebih memilih ngobrol dengan ibu-ibu pembeli denganya.
            “Re, ada apa?” Mba Inah kaget melihatku menangis di kamar.
            “Sudah Re, jangan menangis, yuk makan siang. Nanti mba ceritakan dongeng, ya…” bujuk mba Inah. Ceritanya, tentang putri yang sakit mata, karena sering menangis…”katanya lagi. Aku terdiam mendengar bujukannya.
            Siang itu, akhirnya aku makan sambil mendengarka cerita mba Inah. Tentang putrid yang suka ngambek dan matanya jadi sakit. Putri itu lalu sadr dan tidak ngambek lagi. Putri itu juga membelikan hadiah untuk ibunya.
            Esok paginya, aku berangkat sekolah dengan semangat. Cerita mba Inah memberiku ide. Aku mengambil sebagian uangku di celengan. Yap! Aku akan membeli kado untuk mama. “Pasti mama senang!”pikirku.
            Saat jam istirahat, aku membeli pulpen cantik di toko mini di sekolahku. Cocok untuk mama menulis di notes kerjanya. Di kelas, bu Ana, wali kelasku bercerita tentang pengorbanan ibu.
“Ibu kita telah mengandung kita selama sembilan bulan. Membawa kita kemanapun iya pergi. Setelah kita lahir, ibu merawat kita dengan kasih sayang. Anak-anak, siapa yang menyiapkan makan untuk kita? Siapa yang menemani kita belajar? Siapa yang menghimbur kita ketika sedih?” Teman-temanku serentak menjawab,
“Mamaaaaa….”
“Betul! Jadi jangan lupa mengucapkan selamat hari ibu pada mama kalian. Berikan juga hadiah sebagai tanda cinta. Hadiahnya bisa di buat sendiri, lo,” pesan bu Ana.
Sepulang sekolah, kudatangi bu Ana.
“Bu Ana, kadonya harus aku berikan pada orang yang menemaniku saat makan dan belajar, menghibur saan aku sedih…begitu, kan, bu?”tanyaku ragu
“Iya. Itu, mama Rere, kan?”jawabnya ramah
“Bukan!”jawabku sedih, lalu berlari meninggalkan bu Ana. Yang selama ini menemaniku bukan mama, tetapi mba Inah. Mba Inah yang menjagaku sejak kecil. Mama tak sayang padaku. Mama lebih sayang pekerjaannya. Air mataku terus mengalir.
Sesampainya di rumah, aku langsung masuk kamar. Kupandangi kado yang tadi kubungkus dengan kertas warna pink. Kado ini harusnya kuberikan pada mba Inah. Ah! Andai papa masih hidup, mama tentu tidak akan selalu sibuk. Semua berubah sejak papa pergi. Tiba-tiba…
“Rere! Buka pintu, nak…” Terdengar suara mama memanggil. Ah, aku sedang malas bertemu mama. Apa lagi bicara. Maka, aku diam saja tidak menjawab panggilan mama.
“Rere sayang, mama mau minta maaf…”suara mama terdengar lemah.
“Re, maafkan mama yang terlalu sibuk. Mama harus cari nafkah untuk mencukupi kebutuhan kita, nak! Mama harus menggantikan papa yang sudah pergi… mama menyesal, Re… mama tidak pernah ada disaat kamu butuh mama…”suara mama menghilang.
Aku jadi kasihan pada mama. Segera aku mendekat ke pintu kamanr. Kini, aku bisa mendenganr isak tangis di balik pintu. Mama menangis? Ah, aku menyesal telah membuatnya menangis. Cepat-cepat kubuka pintu. Mama segera memelukku. Aku terdiam dan ikut menangis.
”Re, tadi bu Ana menelfon dan menceritakan semua yang terjadi. Maafkan mama, ya, Re! Mama bukan mama yang baik. Tapi kamu harus tahu, mama sayang sekali sama Rere…” Mama membelai rambutku. Hatiku merasa damai sekali. Semua kesedihanku tadi serasa hilang begitu saja.
“Mama janji, Re. Mama akan lebih memperhatikan Rere. Tapi, Rere juga harus janji, untuk lebih sabaran, ya!”pinta mama. Aku tersenyum mengangguk.
“Oiya, Ma! Rere punya kado buat mama!”kataku mantap. Aku lari menggambil kado, lalu kuberikan pada mama. Mama tersenyum bahagia.
“Mama adalah mama sekaligus papa yang terbaik untuk Rere! Rere sayang mama. Selamat Hari Ibu…”kataku lagi, yang diakhiri dengan pelukan.

Diambil dari Majalah Bobo :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar