Bel pulang sekolah sudah berbunyi.
Namun, Nina belum keluar juga dari kelas 3A. Nina sibuk membungkus kado kejutan
untuk mamanya. Aku jadi gelisah melihatnya. Aku belum punya kado Hari Ibu untuk
ku berikan pada mama.
Kuikuti
Nina yang berlari riang ke pintu gerbang. Ia menghampiri mamanya yang telah
menjemput. “Mama…”teriaknya girang. Mama Nina memeluk dan mengecup pipinya. Ah,
aku jadi iri pada Nina. Mama tak pernah menjemputku. Setiap pulang sekolah dengan
mobil antar jemput, hanya mba Inah yang menyambutku. Mama, biasanya sibuk
dengan Blackberry-nya.
Sampai di
rumah, seperti biasa, mba Inah menyambutku.
“Mba, mama
kemana?” jawabku
“Di kamar,
Re….”
Aku
bergegas ke kamar mama. Aku berharap mendapat sambutan seperti Nina. Kudengar
mama sedang asyik tawar-menawar harga barang lewat ponsel dengan pembelinya.
Mama memang berjualan banyak barang. Mulai dari baju, tas, hingga sepatu
wanita. Aku kageti saja, ya, mama! Pasti lucu, pikirku!
“Mamaaaaa!”
teriakku
“Astagaaa!
Apa-apaan sih, kamu, Re! Bikin kaget saja. Sana , sama mba Inah. Mama lagi repot!”seru
mama setengah membentak.
“Mama,
telfonnya berenti dulu, dong! Rere mau ngomong!”rengekku kesal
Namun, mama tak peduli. Mama terus saja berbicara di
telepon.
Aku tak
tahan lagi. Aku berlari ke kamar sambil menangis. Terbayang wajah mama Nina
yang tersenyum manis dan mencium mesra Nina tadi. Nina pasti sangat di sayang.
Tetapi lihat aku! Mama tidak menyambutku. Apalagi mencium dan memelukku. Ia
lebih memilih ngobrol dengan ibu-ibu pembeli denganya.
“Re, ada
apa?” Mba Inah kaget melihatku menangis di kamar.
“Sudah Re,
jangan menangis, yuk makan siang. Nanti mba ceritakan dongeng, ya…” bujuk mba
Inah. Ceritanya, tentang putri yang sakit mata, karena sering menangis…”katanya
lagi. Aku terdiam mendengar bujukannya.
Siang itu,
akhirnya aku makan sambil mendengarka cerita mba Inah. Tentang putrid yang suka
ngambek dan matanya jadi sakit. Putri itu lalu sadr dan tidak ngambek lagi.
Putri itu juga membelikan hadiah untuk ibunya.
Esok
paginya, aku berangkat sekolah dengan semangat. Cerita mba Inah memberiku ide.
Aku mengambil sebagian uangku di celengan. Yap !
Aku akan membeli kado untuk mama. “Pasti mama senang!”pikirku.
Saat jam
istirahat, aku membeli pulpen cantik di toko mini di sekolahku. Cocok untuk
mama menulis di notes kerjanya. Di kelas, bu Ana, wali kelasku bercerita
tentang pengorbanan ibu.
“Ibu kita telah mengandung kita selama sembilan bulan.
Membawa kita kemanapun iya pergi. Setelah kita lahir, ibu merawat kita dengan
kasih sayang. Anak-anak, siapa yang menyiapkan makan untuk kita? Siapa yang
menemani kita belajar? Siapa yang menghimbur kita ketika sedih?” Teman-temanku
serentak menjawab,
“Mamaaaaa….”
“Betul! Jadi jangan lupa
mengucapkan selamat hari ibu pada mama kalian. Berikan juga hadiah sebagai
tanda cinta. Hadiahnya bisa di buat sendiri, lo,” pesan bu Ana.
Sepulang sekolah, kudatangi bu Ana.
“Bu Ana, kadonya harus aku berikan
pada orang yang menemaniku saat makan dan belajar, menghibur saan aku sedih…begitu,
kan , bu?”tanyaku
ragu
“Iya. Itu, mama Rere, kan ?”jawabnya ramah
“Bukan!”jawabku sedih, lalu berlari
meninggalkan bu Ana. Yang selama ini menemaniku bukan mama, tetapi mba Inah.
Mba Inah yang menjagaku sejak kecil. Mama tak sayang padaku. Mama lebih sayang
pekerjaannya. Air mataku terus mengalir.
Sesampainya di rumah, aku langsung
masuk kamar. Kupandangi kado yang tadi kubungkus dengan kertas warna pink. Kado
ini harusnya kuberikan pada mba Inah. Ah! Andai papa masih hidup, mama tentu
tidak akan selalu sibuk. Semua berubah sejak papa pergi. Tiba-tiba…
“Rere! Buka pintu, nak…” Terdengar
suara mama memanggil. Ah, aku sedang malas bertemu mama. Apa lagi bicara. Maka,
aku diam saja tidak menjawab panggilan mama.
“Rere sayang, mama mau minta maaf…”suara
mama terdengar lemah.
“Re, maafkan mama yang terlalu
sibuk. Mama harus cari nafkah untuk mencukupi kebutuhan kita, nak! Mama harus
menggantikan papa yang sudah pergi… mama menyesal, Re… mama tidak pernah ada
disaat kamu butuh mama…”suara mama menghilang.
Aku jadi kasihan pada mama. Segera
aku mendekat ke pintu kamanr. Kini, aku bisa mendenganr isak tangis di balik
pintu. Mama menangis? Ah, aku menyesal telah membuatnya menangis. Cepat-cepat
kubuka pintu. Mama segera memelukku. Aku terdiam dan ikut menangis.
”Re, tadi bu Ana menelfon dan
menceritakan semua yang terjadi. Maafkan mama, ya, Re! Mama bukan mama yang
baik. Tapi kamu harus tahu, mama sayang sekali sama Rere…” Mama membelai
rambutku. Hatiku merasa damai sekali. Semua kesedihanku tadi serasa hilang
begitu saja.
“Mama janji, Re. Mama akan lebih
memperhatikan Rere. Tapi, Rere juga harus janji, untuk lebih sabaran, ya!”pinta
mama. Aku tersenyum mengangguk.
“Oiya, Ma! Rere punya kado buat
mama!”kataku mantap. Aku lari menggambil kado, lalu kuberikan pada mama. Mama
tersenyum bahagia.
“Mama adalah mama sekaligus papa
yang terbaik untuk Rere! Rere sayang mama. Selamat Hari Ibu…”kataku lagi, yang
diakhiri dengan pelukan.
Diambil dari Majalah Bobo :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar